Computational Thinking – Istilah dari computational thinking mulai diperkenalkan sejak tahun 1980-an oleh Seymour Papert. Namun sekarang, istilah tersebut muncul kembali dan malah menjadi salah satu bentuk penyelesaian masalah di beberapa kurikulum sekolah.
Berpikir ala komputasional menjadi sesuatu yang urgen, apalagi diterapkan di tengah kondisi teknologi yang semakin canggih, ketatnya persaingan, maupun kemunculan adanya pekerjaan baru. Pemikiran tersebut jika diterapkan, tentu membutuhkan kemampuan yang lebih tinggi dan diatas rata-rata dalam aspek penyelesaian masalah maupun sebagai problem solver.
Berpikir ala komutasional merupakan wujud proses berpikir untuk bisa menuntaskan masalah secara tersistem. Berpikir semacam itu tidak hanya difungsikan untuk pengembangan karir saja, namun juga sebagai pengembangan pada program aplikasi dan bidang lainnya. Dengan pemikiran tersebut, maka orang di sekitar anda pun akan mudah mengikuti cara berpikir yang anda miliki.
Pakar lain menegaskan bahwa computational thinking berkaitan dengan cara berpikir dalam menuntaskan masalah dengan mencoba menguraikan satu persatu masalah yang dengan menjadikannya kecil dan sederhana.
Aspek Pemikiran Komutasional
Aspek pemikiran komutasional sendiri terdiri dari beberapa aspek di antaranya yakni :
1. Aspek Dekomposisi
Aspek dekomposisi merupakan aspek pemikiran di mana mode pemecahan masalahnya berlangsung kompleks dan menjadi bagian yang lebih kecil agar bisa dikelola. Jika diterapkan dalam dunia pembelajaran, maka peserta didik dapat belajar untuk menguraikan beragam masalah terutama kompleks untuk dibedah menjadi beberapa bagian.
Hal ini sangat berguna untuk bisa dimiliki sejak dini. Sebab, secara realita, hari ini lebih banyak disuguhkan dengan kasus generasi yang sering merasa depresi bahkan stress hingga mengakhiri hidupnya lantaran tak bisa menyelesaikan permasalahannya.
Padahal bisa jadi, hal tersebut merupakan dampak dari ketidakmampuan generasi untuk menguraikan masalah menjadi bagian – bagian yang kecil untuk bisa diselesaikan secara bertahap.
Selain itu, salah satu karakter yang rentan melekat pada generasi yakni ingin segala sesuatu dengan instan juga menjadi salah satu faktor, aspek dekomposisi tidak bisa diwujudkan secara ideal sejak dini.
2. Aspek Pengenalan Pola
Aspek lainnya yakni pengenalan pola. Pengenalan pola pada keberadaan masalah sama halnya dengan melakukan kajian ulang terhadap permasalahan sebelumnya.
Jika diterapkan dalam dunia pembelajaran, maka peserta didik akan belajar untuk senantiasa belajar pada pengalaman dalam menyelesaikan masalah di masa depan.
Guru harus lebih banyak memberikan pemahaman, bahwa setiap kejadian yang menimpa peserta didik merupakan permasalahan yang dapat dikenali polanya. Dengan belajar mengenali pola, maka mereka akan mudah untuk menentukan strategi penyelesaiannya.
Namun aspek ini sepertinya sangat sulit untuk diterapkan lantaran generasi jaman sekarang rentan memiliki perasaan kurang mau berpikir mendalam.
Akhirnya hal ini menyebabkan generasi kurang mumpuni untuk bisa berpikir mendalam, sebab merasa tidak mampu sejak awal percobaannya. Padahal hal tersebut terjadi karena lingkungan mulai mengajarkan hal demikian.
3. Aspek Abstraksi
Kemudian aspek selanjutnya yakni aspek abstraksi. Aspek tersebut berkaitan dengan tingkat dan fokus pada adanya gambaran besar maupun hal – hal yang urgen dari adanya suatu masalah. Istilah sederhananya, aspek ini mengajarkan terkait bagaimana seorang peserta didik dapat fokus terhadap suatu permasalahan.
Sebab generasi hari ini sering kali merasa tidak mampu dalam menyelesaikan masalah sebab tidak memiki fokus yang jelas. Seringkali fokusnya teralihkan lantaran hal – hal sepele.
4. Aspek Algoritma
Aspek selanjutnya yakni aspek algoritma. Aspek tersebut akan mengajarkan peserta didik untuk senantiasa menyusun langkah maupun tahapan dalam menyelesaikan masalah. Aspek ini sederhannya bisa dikatakan bahwa generasi harus belajar untuk senantiasa membuat kerangka dalam menyelesaikan permasalahan.
Daripada hanya di angan saja, alangkah baiknya bila generasi berusaha untuk membuat kerangka penyelesaian masalah. Misal memulai dengan kajian SWOT. SWOT seringkali digunakan oleh generasi dari generasi untuk menentukan aspek kekuatan, kelemahan, ancaman maupun tantangan yang akan dihadapi.
Urgensitas Computational Thinking
Salah satu keunggulan berfikir komputasional dapat menjadi jalan alternatif bagi pemikiran generasi jaman sekarang.
Selain itu, kemampuan tersebut dapat turut membantu generasi untuk bisa melakukan penyelidikan atas suatu masalah pada kehidupan sehari – hari, sehingga mereka dapat mendapatkan solusinya. Misal, jika suatu saat anak mengalami permasalahan, mereka dapat menerapkan pemikiran tersebut.
Cara berfikir komputasional sangat urgen dan perlu dimiliki oleh setiap generasi serta harus bisa tertanam dalam pemikiran mereka sejak dini bahkan selama berada di bangku SD.
Peserta didik jug akan mudah dalam berpikir secara sistematis sebagaimana software engineering yang dapat menganalisis adanya unsur kebutuhan dalam perencaan pengembangan software.
Generasi akan dilatih untuk senantiasa menyelesaikan permasalahan mulai dari hal yang rumit sehingga lebih runtut.
Selain itu, cara berpikir tersebut juga penting dalam meningkatkan aspek complex-problem solving dan daya berpikir kritis. Kedua karakteristik tersebut sangatlah penting dan menjadi kebutuhan dasar generasi jaman sekarang.
Dengan penguasaan terhadap karakter tersebut, maka setidaknya generasi memiliki peluang untuk bebas memasuki lingkungan kerja dan bertugas lebih profesional.
Di sisi lain, berfikir ala komputasional juga akan menjadikan generasi memiliki teknik berpikir dengan segala perhitungan matematis dimana dapat digunakan sebagai modal yang bertujuan untuk mengarahkan generasi menuju peradaban yang modern.
Kelebihan dan Kekurangan Metode Computational Thinking
Setiap metode penyelesaian masalah pasti memiliki kelebihan dan kekurangannya masing – masing. Adapun kelebihan dari metode tersebut yakni peserta didik akan senantiasa terasah kemandirian dan rasa tanggung jawab yang ada dalam diri. Kemudian mereka juga secara tidak langsung akan belajar untuk senantiasa melakukan teknik penyelesaian masalah dengan runtut dan jelas.
Selain itu, mereka juga punya kesempatan untuk berpikir secara kritis sejak dini. Adapun kekurangannya, sebagian besar peserta didik masih belum mengetahui konsep dan output dari metode Computational Thinking.
Maka dari itu, sebelum guru menjadikan metode computational thinking sebagai teknik penyelesaian masalah, alangkah baiknya bila guru mengenalkan dan mulai membiasakan beberapa aktivitas terkait penerapan metode tersebut.
Kekurangan lainnya yakni tidak semua masalah dapat diselesaikan dengan waktu yang lama. Terkadang terdapat beberapa permasalahan yang membutuhkan waktu singkat untuk segera diambil keputusan.
Demikian ulasan mengenai metode computational thinking dan beberapa aspeknya. Semakin bertambahnya tahun, peningkatan dalam dunia teknologi menjadi suatu hal yang pasti. Fenomena tersebut tentu harus mendapat respon positif dari generasi saat ini. Selain itu, kecanggihan yang ada harus menjadi alat dan digenggam, bukan malah generasi yang digenggam teknologi.
Sebisa mungkin para pembelajar dapat beradaptasi dengan segala perubahan yang ada dan mereka mampu dalam pemanfaatan teknologi. Bayangkan saja, jika generasi penerus bangsa ini tak siap dalam mengikuti perkembangan teknologi, maka kemungkinan besar generasi akan mengalami kemunduran.
Kehadiran teknologi sudah semestinya dipandang sebagai sebuah alat untuk menyelesaikan segala permasalahan kompleks dan rumit. Sebagian publik merasa bahwa kehadirannya telah mengubah kehidupan menjadi jauh lebih efektif, efisien dan mudah.(*)
Daftarkan diri Anda sebagai anggota e-Guru.id dan dapatkan pelatihan gratis setiap bulan untuk meningkatkan kompetensi sebagai pendidik. Caranya, klik pada link ini atau poster berikut untuk gabung menjadi member e-Guru.id!
(rhm/shd)