Kekerasan Seksual Dunia Pendidikan – Kasus kekerasan dan pelecehan seksual di lingkungan institusi pendidikan kian menjadi perhatian publik.
Seperti bola salju yang bergelinding dan berkembang makin besar, satu persatu kasus mulai terungkap dan ternyata menjadi persoalan serius di dunia pendidikan tanah air.
Kasus pelecehan dan kekerasan seksual yang tidak hanya terjadi di sekolah dan universitas melainkan juga institusi pendidikan keagamaan
memicu kekhawatiran lembaga pendidikan tak lagi menjadi tempat yang aman dari aksi kejahatan.
Perlindungan lembaga pendidikan terhadap para pelajar dari ancaman kekerasan seksual pun dipertanyakan.
Kekerasan Sesual di Ranah Pendidikan
Deretan kasus kekerasan seksual yang terjadi belakangan ini mulai terkuak ke publik.
Baru ini, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) merilis data kekerasan seksual di lingkungan pendidikan.
Berdasarkan catatannya, pelaku kekerasan seksual 55% dilakukan oleh guru dan korban termuda berusia 3 tahun.
Yang paling menggegerkan, kasus pencabulan oleh guru sekaligus pimpinan pondok pesantren Tahfiz Al-Ikhlas
Yayasan Manarul Huda Antapani dan Madani Boarding School Cibiru, Kota Bandung.
Terdakwa pemerkosaan, Herry Wirawan (HW) alias Heri bin Dede itu kini telah diamankan dan mendekam di Rutan Kebonwaru Bandung.
Pelaku mencabuli belasan santriwatinya. Setidaknya, sudah ada sembilan bayi yang dilahirkan korban.
HW juga mengeksploitasi para korban, hingga memaksa mereka menjadi kuli bangunan.
Selain itu, dalam sepekan terakhir berita terkait pelecehan dan kekerasan seksual juga ramai menjadi headline pemberitaan sejumlah media nasional.
Di Palembang, dua dosen Universitas Sriwijaya ditetapkan sebagai tersangka kasus pelecehan seksual.
Pelecehan secara verbal juga menjadi permasalahan di salah satu perguruan tinggi di ibukota Jakarta, Universitas Negeri Jakarta.
Seorang dosen melakukan sexting, alias pelecehan melalui aplikasi percapakan pesan WhatssApp.
10 orang korban mengaku pernah menjadi korban dari dosen berinisial DA, dan sebagian besar merupakan alumni.
Mundur ke belakang, ada pula kasus mahasiswi Universitas Riau yang mengaku mengalami pelecehan seksual oleh dosen pembimbingnya.
Pelecehan seksual terjadi saat korban dan pelaku tengah menjalankan bimbingan skripsi di area kampus.
Dari beberapa rentetan kasus tersebut menggambarkan betapa kurang baiknya kondisi wajah pendidikan di Indonesia pada saat ini.
Untuk hal tersebut perlu adanya solusi untuk mencegah dan mengatasi kasus-kasus pelecehan seksual di ranah pendidikan ini.
Salah satunya adalah memperketat rekruitmen tenaga pengajar atau pendidik.
Perketat Rekrutmen Tenaga Pengajar
Setiap lembaga pendidikan memiliki kewajiban untuk melakukan pencegahan, penanganan, dan pemulihan korban
dalam menghadapi aksi kekerasan maupun pelecehan seksual. Selama ini tidak adanya mekanisme ketiga hal tadi
membuat lembaga pendidikan jadi kebingungan dan terkesan melarikan diri dari tanggung jawabnya, saat terjadi kasus tersebut.
Langkah pencegahan, contohnya bisa dilakukan dalam konteks infrastruktur.
Penting bagi institusi pendidikan untuk memahami lokasi-lokasi di sekolah, kampus, atau pesantren
yang berpotensi menjadi tempat terjadinya kekerasan, perundungan, hingga perbuatan cabul.
Sementara itu, dalam konteks pencegahan penting bagi pihak institusi pendidikan menggaungkan edukasi tentang kekerasan seksual.
Hal ini bisa disampaikan saat mahasiswa melakukan orientasi kemahasiswaan atau santri saat diperkenalkan lingkungan pendidikannya.
Dengan demikian, secara tidak langsung siapa pun yang menjadi warga di lingkungan institusi pendidikan tersebut
maka akan tertanam kalau mereka tidak boleh melakukan kekerasan seksual.
Pencegahan, juga bisa dilakukan dengan rutin menggelar bimbingan konseling atau dibuat tim pengawasan.
Selain itu, penting adanya proses rekrutmen tenaga pengajar secara ketat, bukan hanya dari segi usia
melainkan juga memperhatikan rekam jejak kehidupan sehari-harinya.
Pentingnya Pendidikan Seks
Selain hal tersebut faktor perlunya membekali para peserta didik dengan pengetahuan dan keterampilan
yang cukup untuk menghadapi orang-orang yang berpotensi melakukan kejahatan terhadap mereka.
Pada Peraturan Mendikbud-Ristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual
yang tidak bisa efektif jika pendekatannya lebih menekankan pada penegakkan aturan.
pendidikan seks yang mestinya juga dimasukkan ke dalam aturan ini, misalnya dengan mendidik peserta didik
supaya tidak boleh sembarang orang menyentuhnya dan memegang anggota tubuh yang terlarang.
Pendidikan seks juga penting diajarkan di berbagai jenis lembaga pendidikan, apapun bentuknya. Berkaca dari kasus yang terjadi di Bandung,
sampai santrinya melahirkan dan selama ini diam saja. Sebuah hal yang sangat memprihatinkan.
penting juga merubah persepsi masyarakat yang selama ini menganggap guru seperti Tuhan dan tidak akan berbuat buruk kepada murid-muridnya.
Pada dasarnya Guru itu tetap manusia, tugas mereka menjadi fasilitator bukan sumber informasi dan segala-galanya.
Jadi mulai sekarang, tetap harus waspada dan berhati-hati karena guru bisa saja berbuat jahat.
Kekerasan Seksual di Lingkungan Pendidikan: Terjadi di 17 kab/kota
Di tahun 2021, kekerasan seksual di lingkungan pendidikan terjadi di 17 kabupaten/kota pada 9 provinsi. Berikut 9 provinsi yang di maksud:
- Jawa Barat
- Jawa Tengah
- Jawa Timur
- I. Yogjakarta
- Sumatera Barat
- Sumatera Utara
- Sumatera Selatan
- Sulawesi Selatan
- Papua
Sedangkan kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan yang terjadi di kabupaten/kota meliputi:
Jawa Barat
- Cianjur
- Depok
- Bandung
- Tasikmalaya
Jawa Timur
- Sidoarjo
- Jombang
- Trengalek
- Mojokerto
- Malang
Jawa Tengah
- Cilacap
- Sragen
D.I Yogyakarta
- Kulonprogo
Sumatera Barat
- Solok
Sumatera Selatan
- Ogan Ilir
Papua
- Timika
Sulawesi Selatan
- Pinrang
Kekerasan Seksual di Lingkungan Pendidikan: Mayoritas Terjadi di Boarding School
KPAI mencatat, kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan mayoritas terjadi di asrama atau boarding school. Berikut rincian lengkapnya:
- Asrama atau boarding school: 66,66%
- Non asrama: 33,34%
- Lembaga pendidikan di bawah Kemendikbud: 2 di antaranya sekolah berasrama, terjadi di Kota Medan dan Batu, Malang.
Kekerasan Seksual di Lingkungan Pendidikan: Berikut Mayoritas Pelaku Kekerasan Seksual
KPAI juga merilis pelaku kekerasan seksual di lingkungan pendidikan. Berikut mayoritas pelaku kekerasan seksual di lingkungan pendidikan:
- Pendidik/guru: 55,55% (10 orang)
- Kepala sekolah/Pimpinan pondok pesantren: 22,22% (4 orang)
- Pengasuh: 11,11%
- Tokoh agama: 5,56%
- Pembina asrama (5,56%)
Kendati kasus kekerasan ada 18 kasus, namun KPAI mencatat pelaku kekerasan seksual di lingkungan pendidikan berjumlah 19 orang.
Hal ini dikarenakan pelaku kekerasan seksual di Ogan Ilir ada 2 pelaku. Di mana, profesi keduanya guru dan berjenis kelamin laki-laki.
Namun, untuk korban kekerasan seksual di lingkungan pendidikan mencakup laki-laki dan perempuan dengan jumlah 207 orang. Berikut rinciannya:
- 126 anak perempuan
- 71 anak laki-laki
Sedangkan usia korban kekerasan seksual di lingkungan pendidikan cukup beragam, yakni dengan rentang 3-17 tahun.
Kekerasan Seksual di Lingkungan Pendidikan: Modus Pelaku
Modus yang digunakan oleh pelaku kekerasan seksual di lingkungan pendidikan cukup beragam.
KPAI menyebutkan, mayoritas pelaku mengiming-imingi korban untuk mendapatkan nilai tinggi, menjadi polwan, hingga bermain game online di tablet pelaku.
Bahkan, ada juga pelaku yang sengaja meminta pijat lalu meraba-raba bagian intim korban, meminta korban menyapu gudang dan mencabulinya
mengancam korban, mengeluarkan dalil Alquran agar mematuhi guru, hingga terapi alat vital yang bengkok.
Usai membeberkan fakta-fakta kekerasan seksual di lingkungan pendidikan, KPAI juga mengeluarkan 7 rekomendasi.
Berikut 7 Point Rekomendasi KPAI:
KPAI Mendorong Kementerian Agama Memiliki Peraturan Menteri
(seperti Permendikbud No. 82/2015 tentang Pencegahan dan penanggulangan Kekerasan Di Satuan pendidikan)
yang memastikan adanya sistem pencegahan dan penanggulangan kekerasan di satuan pendidikan, termasuk kekerasan seksual.
KPAI Mendorong KemendikbudRistek dan Kementerian Agama untuk Membangun Sistem Perlindungan Terhadap Peserta Didik
Selama berada di lingkungan satuan pendidikan dengan sistem berlapis, terutama pada satuan pendidikan berasrama atau boarding school.
Peraturan Menteri harus disertai penanganan dan penindakan kepada para pelaku kekerasan di lingkungan pendidikan.
KPAI mendorong KemendikbudRistek untuk mensosialisasikan secara massif Permendikbud
KPAI mendorong KemendikbudRistek untuk mensosialisasikan secara massif Permendikbud No. 82 Tahun 2015
kepada Dinas-Dinas Pendidikan di seluruh Kabupaten/Kota dan provinsi serta sekolah-sekolah
karena masih cukup banyak sekolah yang belum tahu Permendikbud 82 tersebut.
KPAI mendorong Dinas-Dinas Pendidikan dan Kantor Kementerian Agama
KPAI mendorong Dinas-Dinas Pendidikan dan Kantor Kementerian Agama di kabupaten/kota dan Provinsi
untuk melakukan pembinaan dan pengawasan secara berkala terhadap sekolah/madrasah/ pondok pesantren.
Selain itu, portal-portal pengaduan kekerasan di satuan pendidikan harus banyak dan mudah diakses korban dan saksi
KPAI mendorong Satuan pendidikan harus berani mengakui
KPAI mendorong Satuan pendidikan harus berani mengakui dan mengumumkan adanya kasus kekerasan seksual
dilingkungan satuan pendidikan disertai permintaan maaf. Jangan ditutupi dengan menganggap sebagai aib, tetapi wajib melaporkan kepada pihak kepolisian
agar pelaku di proses hukum sehingga ada efek jera dan tidak ada korban lagi di satuan pendidikan tersebut.
KPAI mendorong para orangtua
KPAI mendorong para orangtua yang menyekolahkan anaknya di satuan pendidikan berasrama atau boarding school
wajib memastikan keamanan lingkungan satuan pendidikan untuk anak-anaknya. Pastikan rekam jejak satuan pendidikan yang dituju
lakukan survey secara mendetail di lokasi anak-anak anda akan tinggal untuk menuntut ilmu
pastikan ada SOP pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan; pastikan ada sistem pengawasan yang baik
dari instansi yang berwenang dan tersedia portal pengaduan yang tidak tunggal dan pastikan anda sebagai orangtua
dapat berkomunikasi dengan anak anda secara berkala, minimal komunikasi melalui telepon seluler untuk video call dengan anak anda.
KPAI mendorong media cetak, eletronik dan online
KPAI mendorong media cetak, eletronik dan online untuk melindungi dan menjaga kerahasiaan identitas
anak-anak korban, saksi maupun pelaku anak dalam pemberitaan, terutama anak-anak yang berhadapan dengan hukum (ABH)
apalagi anak-anak korban kekerasan seksual, sebagaimana sudah diatur dalam pasal 19 UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).
Sekian dari penulis besar harapannya atas apa yang sudah ditulis bermanfaat untuk semua pihak.
Dapatkan Informasi Guru Terupdate dengan bergabung di Channel Telegram : https://t.me/wartagurudotid
Terima kasih.
Penulis: Galih Pambudi