Literasi Digital – Hingga saat ini, kemampuan digital di kalangan anak muda masih dikatakan cukup rendah. Hal ini terlihat dari cara remaja mencari informasi.Remaja tidak menyadari kredibilitas sumber dari konten-konten yang mereka ambil, tetapi hanya isu-isu yang mereka butuhkan.
Hal ini menunjukkan kurangnya daya kritis di kalangan anak muda. Salah satu penyebab meningkatnya informasi hoaks, cyberbullying, pencemaran nama baik, dan hatespeech adalah karena rendahnya literasi digital.
Istilah literasi digital semakin banyak dibaca dan didengar belakangan ini, terutama dalam berita-berita dari situs web pemerintah bahkan tahun 2021 kemarin pemerintah melalui Kemkominfo sangat masif-masifnya mengadakan webinar literasi digital.
Menurut Douglas A.J. Belshaw, ada delapan faktor kunci dalam meningkatkan literasi digital, antara lain memahami budaya dalam dunia digital, kognitif atau keterampilan berpikir dalam mengevaluasi konten, unsur konstruktif atau inovatif, komunikasi, unsur kemandirian yang bertanggungjawab, kreativitas, faktor penting dalam menangani konten, serta tanggung jawab sosial. Jika kita memiliki kedelapan faktor tersebut, kemampuan digital kita sudah dapat dikatakan tinggi, di mana kita tidak akan mudah dipengaruhi melalui hoax, ekspresi jahat, cyberbullying, dan bahkan penipuan.
Generasi Z adalah generasi yang lahir dan hidup di era digital yang berkembang pesat. Oleh karena itu, Gen-Z akrab dengan teknologi digital seperti teknologi informasi, teknologi komunikasi, dan internet tentunya. Pada saat ini, era Gen-Z yaitu mereka yang berusia 10-24 tahun. Dengan kata lain, Generasi Z adalah remaja. Dan menurut survei APJII 2019-2020, remaja-remaja inilah yang memiliki penetrasi internet tertinggi di Indonesia. Namun apakah para remaja dan Gen-Z ini memiliki literasi digital yang tinggi? Jelas, penelitian telah menunjukkan bahwa Generasi Z dikategorikan lemah dalam kemampuan digital.
Tentu saja, tanggung jawab untuk ini tidak hanya terletak pada Gen-Z, tetapi juga pada pemerintah, sosial, ilmuan, aktivis, dan pemangku kepentingan di masyarakat. Agar remaja mendapatkan tingkat literasi digital yang ideal, diperlukan kolaborasi antara berbagai pemangku kepentingan. Ukuran ini sudah ada, yakni melalui Indeks Literasi Digital yang diluncurkan UNESCO pada 2018.
Halaman Selanjutnya