Di sini akan kami sajikan tentang contoh percakapan coaching antara Kepala Sekolah dengan guru agar guru yang dibimbing tersebut mencapai potensi terbaiknya. Coaching jenis ini disebut juga dengan coaching kalibrasi.
Percakapan coaching untuk kalibrasi sangat penting dalam pengembangan diri dan penilaian kinerja. Proses ini bisa dilakukan saat membicarakan kemajuan pengembangan diri, penilaian kinerja, atau penyesuaian ulang terhadap kriteria tertentu.
Sebagai contoh, sebagai seorang kepala satuan pendidikan, melakukan evaluasi mandiri setiap tiga bulan dan mendiskusikan hasilnya secara personal.
Dalam setiap melakukan percakapan coaching, dapat menggunakan percakapan alur TIRTA dalam percakapan coaching untuk kalibrasi. Terkait alur Tirta dapat dibaca di artikel sebelumnya di sini dengan judul: Contoh Percakapan Coaching (Bimbingan) Kepala Sekolah kepada Guru dengan Tujuan Refleksi
Berikut ini adalah contoh percakapan Pak Ilham, sebagai Kepala SMA Negeri 1 Semarang, dan Bu Wiguna, seorang guru di sekolah tersebut yang tujuannya adalah untuk Kalibrasi (agar guru yang bersangkutan dapat mencapai potensi terbaiknya).
Contoh Percakapan Coaching untuk Kalibrasi
Pak Ilham (PI): Selamat pagi, Bu Wiguna.
Bu Wiguna (BW): Selamat pagi, Pak Ilham.
PI: Bu Wiguna, bisa minta waktunya sebentar?
BW: Bisa, Pak. Apakah siang ini kita bisa mendiskusikan hasil penilaian diri yang Ibu buat kemarin?
PI: Oh, sekarang giliran saya ya, Pak? Boleh, nanti pulang sekolah saya ke kantor Bapak.
PI: Terima kasih ya, Bu. Selamat memulai pembelajaran di kelas.
PI: Bu Wiguna, silakan masuk. Mari duduk. Ini lembar penilaian kinerja diri yang minggu lalu Ibu isi secara mandiri.
BW: Oh iya, Pak.
PI: Di lembar ini saya melihat ada dua poin di mana Ibu menilai diri sangat rendah, yaitu poin perencanaan pembelajaran dan komunikasi dengan orang tua. Di sini Ibu memberi nilai dua pada skala enam.
BW: Iya, benar, Pak.
PI: Ibu ingin membahas bagian yang mana dulu?
BW: Saya ingin dibantu tentang komunikasi, Pak. Di bagian komunikasi dengan orang tua saya masih merasa kesulitan.
PI: Baik, siang ini kita fokus mendiskusikan hal ini dulu ya, Bu.
BW: Oke.
PI: Sekarang coba kita mulai dengan poin komunikasi dengan orang tua. Coba ingat hal apa saja yang sudah lebih baik selama tiga bulan ini terkait kerja sama dengan orang tua.
BW: Sebenarnya di trimester ini saya merasa lebih percaya diri waktu ngobrol dengan orang tua. Kalau dulu saya sering sungkan, apalagi kalau yang harus diceritakan itu situasi tidak menyenangkan dari murid.
PI: Wah, Ibu semakin percaya diri saat ini?
BW: Benar, Pak.
PI: Apakah ada lagi yang sudah berkembang dari diri Bu Wiguna terkait poin ini?
BW: Saya juga merasa lebih lancar saat menyampaikan informasi ke orang tua bila dibandingkan dengan pertemuan orang tua yang sebelumnya. Sudah tidak banyak bilang “eh” begitu, Pak.
PI: Wah, baik itu, Bu. Saat ini, jika Bu Wiguna menilai diri sendiri, karakter apa dari diri Ibu yang bisa mendukung proses komunikasi dengan orang tua?
BW: Saya mengenali tipe diri sebagai orang yang mau mendengarkan orang lain dan tidak mudah melabeli. Menurut saya ini berguna saat berdiskusi dengan orang tua, saya jadi objektif saat mendengarkan cerita yang disampaikan. Lalu, saya tidak tahu ini termasuk karakter yang mendukung atau tidak, tapi saya punya keyakinan bahwa orang tua itu pihak penting yang harus terlibat dalam proses pendidikan anak. Prinsip itulah yang terus saya pegang sampai sekarang, Pak.
PI: Baik, Ibu memiliki kemampuan untuk mendengarkan dengan objektif dan juga prinsip tentang pentingnya keterlibatan orang tua, ya. Namun, untuk saat ini masih ada yang ingin Ibu kembangkan?
BW: Benar, Pak. Saya tetap merasa harus mengembangkan diri. Selama ini, saya merasa lebih percaya diri bila diskusi personal dengan orang tua, tetapi saya masih grogi kalau harus menghadapi orang tua dalam forum seperti pertemuan orang tua. Jadinya tidak luwes, begitu Pak. Apalagi kalau ada pertanyaan bertubi-tubi, saya panik, jadi tidak bisa berpikir. Itu terjadi di pertemuan orang tua awal semester dua ini, Pak. Saya tidak bisa menjawab beberapa pertanyaan orang tua.
PI: Begitu ya, Bu. Bu Wiguna kesulitan saat berbicara di depan forum?
BW: Benar, Pak. Saya masih perlu memperbaiki hal ini.
PI: Baik, mengenai beberapa hal tadi tentang grogi, kurang luwes, atau mudah panik, apa rencana Bu Wiguna untuk memperbaikinya?
BW: Sepertinya saya butuh persiapan lebih matang untuk pertemuan orang tua yang bentuknya forum, Pak. Itu bisa membantu mengurangi rasa grogi untuk bicara di depan forum.
PI: Itu ide yang baik, Bu. Apa hal-hal spesifik yang bisa Ibu lakukan sebagai bentuk mempersiapkan diri sebelum forum?
BW: Mungkin saya akan membuat catatan kecil untuk poin yang akan disampaikan. Lalu, sepertinya saya butuh latihan presentasi, Pak. Nanti saya coba aturkan waktu untuk berlatih dulu beberapa hari sebelum pertemuan, ya Pak.
PI: Itu juga ide yang baik sekali, Bu. Catatan kecil dan latihan presentasi, ya. Saya yakin ini akan makin menumbuhkan rasa percaya diri Bu Wiguna. Lalu, bagaimana soal rasa paniknya, Bu?
BW: Terima kasih banyak, Pak. Untuk rasa panik, bagaimana ya? Sebenarnya saya bisa membuat prediksi pertanyaan orang tua, Pak. Lalu, saya bisa berdiskusi dulu dengan rekan-rekan atau dengan Bapak bila ada prediksi pertanyaan yang saya kurang yakin dengan jawabannya.
PI: Itu strategi yang menarik, Bu. Nanti Ibu dapat juga berdiskusi dengan saya untuk menyusun prediksi pertanyaan.
BW: Wah, terima kasih sekali, Pak. Saya jadi semangat untuk mempraktikannya.
PI: Baik, dari diskusi kita kira-kira apa kesimpulan untuk poin komunikasi dengan orang tua, Bu Wiguna?
BW: Saya akan tetap melakukan pertemuan individu dengan orang tua secara rutin untuk lebih mengenali tipe dan karakter masing-masing. Sedangkan untuk forum pertemuan keseluruhan orang tua yang berikutnya, saya akan melakukan beberapa hal spesifik sebagai persiapan.
PI: Apa ada peran khusus yang saya atau rekan-rekan lain yang Ibu butuhkan dalam strategi ini?
BW: Terima kasih dukungannya, Pak. Mungkin nanti saya akan butuh diskusi lebih lanjut dalam persiapan forum pertemuan orang tua.
PI: Oh, tentu boleh sekali, Bu. Saya siap membantu.
Itulah contoh percakapan coaching untuk tujuan kalibrasi. Setiap pendidik berhak mengetahui apa yang sudah baik dari dirinya dan juga apa yang perlu dikembangkan untuk menjadi versi terbaik dirinya. Proses coaching dapat membantu pendidik menjalani proses ini, bukan semata demi menjalankan fungsi sebagai pendidik di kelas, tetapi lebih dari itu, demi menjadi individu yang lebih baik.