Komisi X DPR – Ketua Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat DPR-RI, Syaiful Huda menuturkan bahwa kewajiban pemerintah pusat untuk mengalokasikan anggaran pendidikan masih jauh dari harapan.
Dana alokasi yang harus diberikan oleh pemerintah pusat untuk pendidikan ialah minimum 20 persen. Besaran tersebut diperoleh dari APBN dan APBD.
Nyatanya hingga saat ini, pemerintah pusat hanya masih memberikan anggaran bagi pendidikan hanya sebesar 16 persen.
Meskipun pada dasarnya DPR memiliki kewenangan untuk mengelola keuangan di legislatif. Tetapi nyatanya DPR memiliki keterbatasan fiskal dan berbagai postur anggaran.
Terkait pengelolaan keuangan itu pemerintah mengajukan bahwa 20 persen anggaran masih sangat rumit untuk dibahas.
“Saya ingin paling tidak mandatori 20 persen itu kalau kita ngomongin ini setara hampir Rp. 608 triliun itu dan nanti tahun 2023 setara dengan Rp. 612 triliun. Itu kalau tidak sepenuhnya kira-kira opsi yang kami tawarkan paling tidak setengahnya ditawarkan oleh Kemendikbud Ristek dan oleh Kemenag,” ujarnya.
Menurutnya hal tersebut dapat mengurangi semua beban pokok pendidikan yang ada di Indonesia.
Hal itu dimulai dari indeks biaya pendidikan yang belum sepenuhnya ideal diterima oleh para peserta didik, isu menyangkut kesejahteraan guru, isu kualitas pendidikan, sarana dan prasarana pendidikan dapat di dorong perbaikannya melalui mandatori 20 persen untuk fungsi pendidikan.
“Kita ingin mendesak pemerintah siapa rezimnya kedepannya supaya amanat undang-undang 20 persen pendidikan sepenuhnya untuk fungsi pendidikan,” katanya.
Besaran anggaran pendidikan 20 persen tersebut dari postur APBD dan APBN tertuang dalam undang-undang dasar pasal 31 ayat 4 dan UU SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003 Pasal 49 Ayat 1.
Adanya tunjangan pendidikan yang dirasa kurang ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelumnya telah menjelaskan bahwa akan adanya penambahan anggaran bagi pendidikan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, menambahkan alokasi anggaran untuk sektor pendidikan yaitu sebesar Rp. 78,5 triliun. Untuk saat ini nilainya menjadi Rp. 621, 3 triliun.
Menurutnya, penambahan hal ini sejalan bertambahnya belanja negara di APBN 2022. Hal ini diakibatkan adanya perubahan harga komoditas di pasar global yang diakibatkan pada membengkaknya belanja subsidi energi.
Pada tahun ini, belanja negara tahun 2022 meningkat sebesar Rp. 392,3 triliun dan Rp. 2714,2 triliun.
“Banggar DPR menyetujui penambahan anggaran pendidikan sebesar Rp. 78,5 triliun, sehingga anggaran pendidikan menjadi Rp. 621,3 triliun untuk memenuhi mandatori alokasi 20 persen anggaran pendidikan terhadap belanja negara,” isi kesimpulan Kemenkeu dan banggar dikutip pada jumat (20/05/2022).
Meningkatnya hal tersebut, terdiri dari tambahan pada belanja pemerintah pusat sebesar Rp. 30,6 triliun dan tambahan pembiayaan pendidikan sebesar Rp. 47,9 triliun.
Tetapi hal ini perlu diperhatikan lagi, DPR pun menyampaikan pendapatnya bahwa sebagian dari tambahan anggaran pendidikan bisa ditambah untuk membiayai program wajib belajar selama 12 tahun yang telah direncanakan pemerintah.
Baca juga : Simak Cara Daftar Bantuan Pendidikan Islam Dari Kemenag
“Penambahan anggaran pendidikan sebesar Rp. 23,9 triliun agar digunakan untuk program wajib belajar selama 12 tahun,” jelas pimpinan Banggar Abdullah
Selain anggaran belanja yang naik, pemerintah pusat juga memproyeksikan kas negara akan bertambah dengan adanya potensi penerimaan Rp. 420,1 triliun. Hal ini termasuk dan merupakan keuntungan yang didapatkan oleh pemerintah dari kenaikan harga komoditas unggulan di pasar global.
“Jadi kesimpulannya, sesuai hal yang tadi dimana adanya perubahan harga komoditas Indonesia mendapatkan pendapatan negara yang meningkat. Namun dengan saat yang sama beban juga akan meningkat akan dari sisi yang tadi. Misalnya saja untuk subsidi, kompensasi, perlinsos, mandatori spending dan dana bagi hasil.” pungkas Sri Mulyani.
Baca juga : Tips Sri Mulyani Bagi Peminat dan Pejuang Beasiswa