Problematika Pendidikan – Sejatinya pendidikan merupakan jalan untuk melakukan perubahan pada kepribadian dan peningkatan kualitas intelektual generasi penerus bangsa ini. Hal ini sejalan dengan cita -cita bangsa untuk senantiasa mencerdaskan dan memakmurkan insan di dalamnya.
Namun, di tengah perjalanan, pendidikan kian hari semakin menghadapi banyak tantangan. Padahal target dan capaian pendidikan negeri ini masih banyak yang belum tercapai, namun ternyata kendala jauh lebih banyak di depan mata.
Sebagian besar masyarakat tentu merasa berputus asa dengan kondisi pendidikan sekarang dan bersifat pragmatis. Namun, sebagai guru tentu Anda bukanlah golongan seperti demikian.
Anda harus melakukan segala upaya yang bisa anda lakukan. Bahkan memiliki cita – cita untuk mengembalikan Indonesia sebagaimana julukannya sebagai Macan Asia yang pernah disegani pada era Presiden Soekarno.
Seiring berkembangnya zaman, nyatanya hal tersebut tak menjadi penjamin bahwasannya aspek pendidikan akan terus mengalami perbaikan. Sebab di sisi lain, permasalahan kompleks dan keterpurukan pendidikan semakin terlihat di depan mata. Berikut beberapa rangkuman problematika pendidikan yang perlu direnungkan.
1. Pandangan terkait Meningkatnya Biaya Pendidikan
Hal pertama yang menjadi kendala dalam pendidikan di negeri ini yakni masih beredar stigma bahwa pendidikan sangatlah mahal. Padahal, jika ingin dinalar secara logika, untuk mendapatkan ilmu yang berkualitas dan kompeten tentu harus menggelontorkan dana.
Sehingga dampak dari stigma demikian menyebabkan banyak generasi yang harus terputus sekolahnya sebab tak bisa membiayai sekolah dan berfokus untuk membiayai kehidupan. Akibatnya sebagian besar generasi saat ini tak mendapatkan haknya untuk mengeyam pendidikan.
Kendati demikian, bukan berarti stereotip tersebut salah sepenuhnya. Di sisi lain, masih banyak keluarga yang harus berjuang untuk mencukupi kebutuhan keluarga sebab upah yang mereka dapatkan dan harga barang kebutuhan tidak sebanding. Sebagaimana peribahasa “besar pasak daripada tiang”.
Andaikan saja, terdapat kebijakan tekrait masalah upah minimum kerja untuk lebih tinggi persentasenya, kemudian harga barang kebutuhan tidak melonjak maka bisa dipastikan stigma mengenai pendidikan yang mahal lambat laun akan menghilang.
Sebab masyarakat dapat mengalokasikan dana lebih banyak untuk performa pendidikan. Pun, andaikata kebijakan mengenai pendidikan gratis benar diimplementasikan secara nyata, maka akan sangat jarang para orangtua yang menuntut serta mengeluh akibat mahalnya pendidikan.
Maka dari itu, problem semacam ini perlu diselesaikan secara sistemik mulai dari regulasi pusat sampai turunannya. Sebab melibatkan banyak aspek kehidupan tidak hanya pendidikan saja.
2. Kurangnya Alokasi Dana Pendidikan
Hal lain yang perlu disoroti yakni mengenai mahalnya dana pendidikan di negeri ini. Hal ini masih berkaitan dengan problem sebelumnya. Fasilitas semacam buku, seragam dan yang lainnya ternyata masih menjadi beban sebagian besar masyarakat.
Belum lagi jika ada tambahan dana baik untuk perbaikan gedung dan yang lainnya. Bagi keluarga yang kesulitan di sisi finansial, tentu akan memutar otak untuk bisa terus membiayai pendidikan anak – anaknya.
Untuk mengantisipasi terjadinya lonjakan grafik pada aktivitas putus sekolah, maka pemerintah menyediakan kebijakan program wajib belajar 12 tahun. Namun, dalam penerapannya program ini belum sampai mencapai target sebab ada beberapa wilayah yang belum terdistribusikan program tersebut.
Selain itu, alokasi dana pendidikan pada wajib belajar masih belum bisa mencukupi atau menutupi kebutuhan pendidikan tiap individu. Padahal, jika dinalar, berlimpahnya sumber daya alam di negeri sebenarnya lebih dari cukup untuk anggaran pendidikan.
Hanya saja, tak semudah demikian. Sebab beberapa aset negeri sudah mulai terjual sehingga negeri hanyalah mendapat porsi sedikit saja.
Bukti tingginya biaya pendidikan di Indonesia menurut survei HSBC Global Report tahun 2017 menyebutkan bahwa Indonesia adalah salah satu negara dengan biaya pendidikan termahal di antara seluruh negara di dunia.
3. Kuota Tenaga Pendidik Terampil Berkurang
Kemudian, salah satu permasalahan yang bisa disoroti yakni terkait jumlah dari tenaga pendidik terampil yang tidak sesuai dengan target capaian yang ada. Apa terjadi pemangkasan pada guru? Bisa jadi.
Namun, salah satu faktor yang berpengaruh pada berkurangnya tenaga pendidik, sebab tak semua guru dapat mengajarkan modul sesuai capaian target yang tepat untuk bisa mengejar kompetensi pendidikan di Indonesia.
Selain itu, banyak didapati fenomena di mana seorang guru bisa mengajar berbagai bidang padahal pada dasarnya keahlian hanya di bidang tertentu. Tentu hal ini sangat mengkhawatirkan namun seakan – akan sudah menjadi kewajaran di negeri ini.
Melansir dari survei Global Education Monitoring (GEM) oleh UNESCO di beberapa tahun sebelumnya, pendidikan Indonesia bahkan menempati ranking 10 terkait aspek kualitas guru dari keseluruhan 14 negara berkembang.
4. Bahan Ajar yang Minim
Setelah itu, problem lain yang perlu diketahui yakni minimnya bahan ajar bagi para peserta didik untuk bisa mengeksplorasi lebih banyak dari konten yang sudah diajarkan.
Selain itu, hal ini juga diperparah dengan banyaknya fenomena tidak adanya perpustakaan untuk menunjang aspek literasi para peserta didik. Apalagi jika di daerah terpencil, bahan ajar sangat disayangkan bila cuma selembar saja.
Di sisi lain, seorang guru pun juga perlu untuk senantiasa mengeksplorasi keilmuan yang ia miliki untuk bisa tersampaikan secara sederhana namun terserap dengan baik oleh peserta didiknya.
Namun, dewasa ini, masih banyak juga fakta bahwa bahan ajar yang digunakan masih ketinggalan zaman sehingga wajar bila dalam bidang literasi maupun capaian lainnya negeri sendiri masih tertinggal dengan negeri di luaran sana.
5. Tidak Adanya Perhatian pada Pendidikan untuk Kalangan Difabel
Permasalahan pendidikan lainnya yakni adanya kesenjangan antara pendidikan umum dengan pendidikan generasi yang dikhususkan bagi penyandang difabel. Dewasa ini, perkembangan sekolah inklusi masih belum terlihat banyak perbedaan.
Hanya segelintir satuan pendidikan yang mengusung konsep sekolah inklusi. Sehingga generasi difabel masih merasa dirinya eksklusif dan mendapat diskriminasi dari lingkungan sosial dan aspek pendidikan itu sendiri.
Kendala – kendala umum seperti tidak adanya jalan khusus bagi pengguna difabel, kemudian toilet yang juga tidak mengkhususkan bagi difabel nampaknya masih banyak sehingga menyebabkan adanya fenomena diskriminasi sosial.
Padahal, semua generasi memiliki keistimewaan yang berbeda – beda. Bahkan, semakin bertambahnya tahun dan pesatnya teknologi, Anda pun juga menyadari betapa banyak prestasi yang disandang oleh para generasi difabel bahkan melebihi generasi yang tidak memiliki kecacatan fisik.
Problem masalah kurangnya satuan pendidikan yang mengusung konsep sekolah inklusi harussegera teratasi agar generasi difabel juga mendapat hak dan kewajibannya mengeyam pendidikan semaksimal mungkin.
Demikianlah ulasan mengenai problematika pendidikan dan beberapa ragam yang perlu Anda kenali. Adanya banyak permasalahan dalam aspek pendidikan yang barusan diulas bukan hanya sekedar menjadi bahan referensi belaka. Melainkan harus menjadi lecutan bagi Anda khususnya guru untuk menjadi garda terdepan menyelamatkan dunia pendidikan sekaligus bagi khalayak umum lainnya. (*)
Daftarkan diri Anda sebagai anggota e-Guru.id dan dapatkan pelatihan gratis setiap bulan untuk meningkatkan kompetensi sebagai pendidik. Caranya, klik pada link ini atau poster berikut untuk gabung menjadi member e-Guru.id!
(shd/shd)